Aku? Penipu Diri Sendiri

Diposting oleh Unknown di Jumat, Januari 17, 2014 0 komentar
Menipu diri sendiri kadang menjadi pilihan terakhir yang paling tepat untuk dilakukan daripada harus melihat orang yang kita sayang merasa terluka atau tersakiti terus-terusan. Terlihat bodoh ya? Aku mengerti, ini tak benar, akan ada yang tersakiti; dan paling pasti itu aku, si penipu diri sendiri. Tapi bukan tanpa alasan aku melakukan ini semua, memang banyak hal yang sulit dimengerti di dunia ini, namun yang saat ini aku pilih, aku mengerti, ada saatnya untuk merelakan orang yang kita sayang, bukankah cinta memang tak harus saling memiliki ? :)
Aku membebaskan dia, orang yang ku sayang. Biarkan dia mencari jalannya sendiri. Cinta memang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Jujur, aku memang ingin menahannya, berharap dia akan selalu disini bersamaku, seburuk apapun kondisiku nanti. Tapi balik lagi, tidak semua yang diinginkan bisa tercapai, karena ini hidup bukan sekedar dongeng penuh kebahagiaan. Ada saatnya terjatuh, terluka dan terhempas.
Mungkin ini terlihat sangat aneh, ketika aku mengatakan pada semua orang yang aku kenal bahwa aku sangat menyayanginya dan berharap dia jadi satu-satunya yang terakhir dalam hidup tapi pada ahirnya aku hanya membiarkannya pergi begitu saja. Iya terlihat sangat aneh bila itu hanya dilihat dari satu sudut pandang saja. Cinta tak butuh penjelasan, sudah sering dengar kalimat itu kan ? yang terjadi sekarang ini ya seperti itulah sebelas dua belas.
Mempertahankan dia selalu, selelah apapun aku selama ini, berharap lebih padanya, apa ini tak cukup ku sebut dengan ‘cinta’? menyayanginya, memberikan segala hal yang dia inginkan, menuruti semua apa yang dia mau meski kadang tak sejalan dengan inginku, apa itu belum cukup menjadi bukti? Dan sekarang saat dia ingin pergi, aku mengiyakannya, menuruti keinginannya untuk melepasnya pergi, apa itu terlihat bodoh ? bukan, ini bukan suatu kebodohan, tapi ini apa yang ku sebut ‘cinta’.
Iya memang, aku terlihat bodoh, mau saja ditinggalkan setelah sekian lama bersabar dalam penantian, rela menunggu dan sering diabaikan padahal ujung-ujungnya juga menjadi yang tersakiti. Tak bisakah kalian lihat, inilah ketulusan dari cinta itu sendiri. Melepaskan tak semudah saat mengucapkan “goodbye”, tak pernah semudah itu. Tapi memilih menahan orang yang kita sayang untuk selalu bersama kita padahal dia sudah tidak menginginkan hal yang sama itu bukan pilihan yang bijak. Aku menyayanginya, pasti. Aku tak ingin melihat dia orang yang ku sayang tersiksa dalam keadaan ini, meski alasan yang dia katakan saat memilih pergi tidak masuk akal setelah sekian lama kami sama-sama bertahan dalam hubungan yang seperti ini. Aku akan membiarkannya, merelakan dia memilih apa yang dia mau, menuruti segala hal yang menurutnya baik untuk dirinya sendiri, mengerti dengan kebahagiaan yang ingin dia dapatkan disana, karena aku tau kebahagiaan dia bukan selalu bersamaku.
Aah, aku ingin menarik nafas dengan lega sekarang, karna pada ahirnya aku tau, kali ini aku benar-benar bisa mengerti arti dari cinta itu sendiri, cinta yang awalnya rumit untuk dipahami. Aku bersyukur diakhir jalan ceritaku bersamanya aku menyadari aku benar-benar menyayanginya, cinta yang kumiliki untuknya bukan lagi sekedar cinta monyet yang mementingkan ego sendiri. Aku tau sekarang, ini bukan sebuah kalimat gombal yang mudah diucapkan dulu saat aku masih terlalu kekanakkan mengenai ‘cinta’. Aku menyayanginya. Menyayangi orang yang ku relakan pergi, menyayangi orang yang ku relakan dirinya meraih mimpinya sendiri, menyayangi orang yang ku relakan menjalani hidupnya tanpa aku sebagai bagian dalam cerita  hidupnya.
“Maaf ya, aku tak pernah bisa menjadi yang terbaik, bahkan aku tak bisa menyebutkan satu alasan saja mengapa aku begitu menyayangimu seperti ini saat kamu tanyakan hal ini padaku. Maaf bila bersamaku hanya menyisakan luka. Maaf, aku tak pernah bisa ada disisimu saat kamu butuh bahu untuk bersandar saat kamu lelah menjalani hidupmu. Maaf, aku tak pernah bisa jadi apa yang kamu mau walaupun aku selalu mencobanya. Maaf, maaf, maafkan aku :) semoga kamu selalu menemukan kebahagiaanmu yang tak pernah kamu temukan saat bersamaku”
Itu tadi kalimat terakhir yang ingin aku ucapkan ke dia tapi sampai saat ini belum bisa aku ucapkan karena lagi-lagi, lebih baik aku menipu diri sendiri daripada membebani dia dengan semua yang ku rasakan. Aaaa sudahlah, ini terakhir kali aku mengatakan tentang ini, tentang betapa aku mencintainya dan saking cintanya aku membiarkan dia pergi menyisakan kenangan yang entah kapan akan ikut pergi juga.
Terimakasih..

Jumat, 17 Januari 2014

Aku? Penipu Diri Sendiri

Menipu diri sendiri kadang menjadi pilihan terakhir yang paling tepat untuk dilakukan daripada harus melihat orang yang kita sayang merasa terluka atau tersakiti terus-terusan. Terlihat bodoh ya? Aku mengerti, ini tak benar, akan ada yang tersakiti; dan paling pasti itu aku, si penipu diri sendiri. Tapi bukan tanpa alasan aku melakukan ini semua, memang banyak hal yang sulit dimengerti di dunia ini, namun yang saat ini aku pilih, aku mengerti, ada saatnya untuk merelakan orang yang kita sayang, bukankah cinta memang tak harus saling memiliki ? :)
Aku membebaskan dia, orang yang ku sayang. Biarkan dia mencari jalannya sendiri. Cinta memang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Jujur, aku memang ingin menahannya, berharap dia akan selalu disini bersamaku, seburuk apapun kondisiku nanti. Tapi balik lagi, tidak semua yang diinginkan bisa tercapai, karena ini hidup bukan sekedar dongeng penuh kebahagiaan. Ada saatnya terjatuh, terluka dan terhempas.
Mungkin ini terlihat sangat aneh, ketika aku mengatakan pada semua orang yang aku kenal bahwa aku sangat menyayanginya dan berharap dia jadi satu-satunya yang terakhir dalam hidup tapi pada ahirnya aku hanya membiarkannya pergi begitu saja. Iya terlihat sangat aneh bila itu hanya dilihat dari satu sudut pandang saja. Cinta tak butuh penjelasan, sudah sering dengar kalimat itu kan ? yang terjadi sekarang ini ya seperti itulah sebelas dua belas.
Mempertahankan dia selalu, selelah apapun aku selama ini, berharap lebih padanya, apa ini tak cukup ku sebut dengan ‘cinta’? menyayanginya, memberikan segala hal yang dia inginkan, menuruti semua apa yang dia mau meski kadang tak sejalan dengan inginku, apa itu belum cukup menjadi bukti? Dan sekarang saat dia ingin pergi, aku mengiyakannya, menuruti keinginannya untuk melepasnya pergi, apa itu terlihat bodoh ? bukan, ini bukan suatu kebodohan, tapi ini apa yang ku sebut ‘cinta’.
Iya memang, aku terlihat bodoh, mau saja ditinggalkan setelah sekian lama bersabar dalam penantian, rela menunggu dan sering diabaikan padahal ujung-ujungnya juga menjadi yang tersakiti. Tak bisakah kalian lihat, inilah ketulusan dari cinta itu sendiri. Melepaskan tak semudah saat mengucapkan “goodbye”, tak pernah semudah itu. Tapi memilih menahan orang yang kita sayang untuk selalu bersama kita padahal dia sudah tidak menginginkan hal yang sama itu bukan pilihan yang bijak. Aku menyayanginya, pasti. Aku tak ingin melihat dia orang yang ku sayang tersiksa dalam keadaan ini, meski alasan yang dia katakan saat memilih pergi tidak masuk akal setelah sekian lama kami sama-sama bertahan dalam hubungan yang seperti ini. Aku akan membiarkannya, merelakan dia memilih apa yang dia mau, menuruti segala hal yang menurutnya baik untuk dirinya sendiri, mengerti dengan kebahagiaan yang ingin dia dapatkan disana, karena aku tau kebahagiaan dia bukan selalu bersamaku.
Aah, aku ingin menarik nafas dengan lega sekarang, karna pada ahirnya aku tau, kali ini aku benar-benar bisa mengerti arti dari cinta itu sendiri, cinta yang awalnya rumit untuk dipahami. Aku bersyukur diakhir jalan ceritaku bersamanya aku menyadari aku benar-benar menyayanginya, cinta yang kumiliki untuknya bukan lagi sekedar cinta monyet yang mementingkan ego sendiri. Aku tau sekarang, ini bukan sebuah kalimat gombal yang mudah diucapkan dulu saat aku masih terlalu kekanakkan mengenai ‘cinta’. Aku menyayanginya. Menyayangi orang yang ku relakan pergi, menyayangi orang yang ku relakan dirinya meraih mimpinya sendiri, menyayangi orang yang ku relakan menjalani hidupnya tanpa aku sebagai bagian dalam cerita  hidupnya.
“Maaf ya, aku tak pernah bisa menjadi yang terbaik, bahkan aku tak bisa menyebutkan satu alasan saja mengapa aku begitu menyayangimu seperti ini saat kamu tanyakan hal ini padaku. Maaf bila bersamaku hanya menyisakan luka. Maaf, aku tak pernah bisa ada disisimu saat kamu butuh bahu untuk bersandar saat kamu lelah menjalani hidupmu. Maaf, aku tak pernah bisa jadi apa yang kamu mau walaupun aku selalu mencobanya. Maaf, maaf, maafkan aku :) semoga kamu selalu menemukan kebahagiaanmu yang tak pernah kamu temukan saat bersamaku”
Itu tadi kalimat terakhir yang ingin aku ucapkan ke dia tapi sampai saat ini belum bisa aku ucapkan karena lagi-lagi, lebih baik aku menipu diri sendiri daripada membebani dia dengan semua yang ku rasakan. Aaaa sudahlah, ini terakhir kali aku mengatakan tentang ini, tentang betapa aku mencintainya dan saking cintanya aku membiarkan dia pergi menyisakan kenangan yang entah kapan akan ikut pergi juga.
Terimakasih..
 

♥ Diary Online ♥ Copyright 2011 My Sweet Blog kage Designed by Templates By Blogger Styles | Blogger Image by Tadpole's Notez