Sedikit Perbincangan dengan Tuhanku

Diposting oleh Unknown di Kamis, Maret 27, 2014 0 komentar
Tuhan, hari ini tolong dengarkan aku. Sebentar saja.
Ya. Memang ini sudah berlangsung lebih dari 7 bulan, ya 7 bulan Tuhan. Masih kurang jelas??? Baik akan aku perjelas, 210 hari tepatnya. Dan Kau juga pasti sudah bisa menebak. Ya, perasaanku. Masih tetap sama.

Baiklaahh Tuhan, mungkin Kau juga lelah mendengarkannya. Tapi tolong, aku pun tidak ingin berlarut – larut.
Aku sering bertanya padaMu apa sebenarnya arti dari rasa ikhlas. Melupakan segalanya begitu?? Menganggap bahwa kemarin itu tidak pernah terjadi apa – apa antara aku dan dia? Begitukah? Sedangkan Kau paham, semuanya tidak sesingkat – semudah dan se-simple itu.

Kau tahu Tuhan??? Dia adalah orang yang datang dihidupku tidak cukup cukup lama. Hanya 30 hari. Tapi tentu Kau tahu ada sesuatu yang sudah ia lakukan kepadaku tapi aku tidak menyadarinya. Dia menyeretku terlalu dalam. Menggandeng tanganku tanpa pernah sadar bahwa suatu saat genggaman itu pun akan terlepas. Menggiringku dijalan yang sama dengannya tanpa aku sadari yang berada ditepiku adalah jurang yang bisa saja aku jatuh ke dalamnya—dan itu terbukti.

Tuhan, kau lihat aku??? Aku melewati semuanya seolah semuanya baik – baik saja. 
Aku tetap berjalan tegak diatas luka yang ia toreh dan ia biarkan begitu saja. Aku mungkin bisa menata kembali langkahku. Aku bisa menata hidupku dari awal. Memulai segala hal yang baru. Tapi perasaanku tak lagi sama. Porak – poranda, Kau pasti paham.

Uhm…aku…aku ingin semuanya kembali seperti awal. Seperti sebelum dia datang. Aku tidak ingin menjadi perempuan pendendam. Aku tidak mau terus – menerus dipenuhi oleh rasa amarah. Aku tidak ingin meluapkan amarah ini kepada orang lain (lagi) hanya untuk memuaskan egoku. Aku ingin perasaanku menerima, hatiku berkata ‘sudah cukup’ dan lalu aku bisa kembali menjadi diriku yang dulu.
Tuhan, tolong bantu aku. Bantu untuk menggeser timbangan itu ke titik nol lagi..


Cinta Yang Beda

Diposting oleh Unknown di Sabtu, Maret 15, 2014 0 komentar

Dunia itu indah, bukan? Ia selalu dipenuhi cinta. Itu pula yang terjadi padaku untukmu.

Aku juga punya cinta. Tapi tidak sama dengan dunia. Ia beda dan ia indah karena beda. Andai kau bisa melihat, kau pun akan setuju denganku. Tapi tidak, kau bahkan tidak tahu aku punya cinta. Cinta yang telah dipersembahkan seluruhnya untukmu.

Ia tidak berbentuk bunga yang bisa layu setelah dipetik untukmu. Namun, aromanya lebih wangi darinya. Ia tidak berbentuk sebatang cokelat yang akan habis setelah diberikan padamu. Namun, lebih manis darinya.

Ia adalah pengorbanan. Melukis senyummu dengan air mata. Memberimu tawa dengan lukanya.

Ia adalah sempurna. Tanpa mesti membuat aku dan kamu menjadi sempurna.

Ia punya sayap. Sayap yang seluruhnya ia berikan padamu yang membawamu melayang ke udara. Dan ia hanya akan selalu menjagamu dibawah agar tidak jatuh. Lalu membiarkan sakit itu untuknya.

Ia ingin menjadi apa adanya. Tak pernah memaksa tapi tetap memberi. Ia tak kau lihat, tak kau dengar, tak kau raba, tak kau rasa hadirnya. Namun, ia menjagamu dari segalanya.

Ia yang akan membiarkanmu bahagia tanpanya, meski sesungguhnya karenanya. Jika memang harus begitu nyatanya.

Aku punya cinta. Ia beda. Namun ia indah dengan bedanya. Meski mungkin takkan pernah kau kenali adanya.

Entah Harus Kuberi Judul Seperti Apa

Diposting oleh Unknown di Sabtu, Maret 08, 2014 0 komentar

Ketika pertemuan demi pertemuan tak terjadi lagi, aku kembali dalam kondisi sedang “nakal-nakalnya” atau bisa dikatakan sedang “jatuh-jatuhnya”. Untuk apa aku mengatakan ini padamu ya? Tapi kamu tidak perlu khawatir. Cukup aku saja yang khawatir sendiri *nah?

Tapi jangan takut, jangan sedih. Pada akhirnya aku mengerti. Kita telah tiba dimasa dimana kita harus membiarkan aku berdiri sendiri. Belajar berjalan sendiri. Pada akhirnya aku yang harus mencari jalan dengan pelitaku sendiri. Dan kamu hanya perlu menunggu dengan tertawa-tawa mungkin, atau menangis, melihatku yang ternyata berjalan mundur. Semakin jauh dari yang seharusnya kutuju. Sudahlah, jangan memaksakan diri menyusul. Karena kita sama-sama mengerti peranmu bukan untuk itu lagi.

Jangan mengira tulisan ini akan panjang. Lagi pula apa yang bisa kuceritakan dari cerita yang tak lagi ada. Aku khawatir intensitas pertemuan mulai menggerus rasa. Aku sih tidak. Kamu?

Sudah ah, aku mengantuk. Segelas kopi yang kuhabiskan malam ini sepertinya mulai bekerja. Aku juga heran kenapa caffeine seringkali bereaksi terbalik dari yang seharusnya padaku.

Oh iya, seseorang yang sering mengganggumu dengan email-email absurdnya berkata padaku, caramu menyabotase titik koma surat-suratnya selama ini sangat manis. Meski kamu tak pernah membalasnya dengan elegant. Dia suka saat orang-orang berusaha mengerti tapi tak pernah bisa. Dia suka melihat orang-orang yang tidak ia kenal itu berasumsi dengan opini-opini yang mungkin tidak ia mengerti. Karena saat itu dia bisa bernapas lega, melihat kamu tidak pernah sepi dengan orang-orang yang selalu peduli padamu, selalu berusaha mengerti kamu. Dan dia juga bilang semoga kamu selalu menyadari terlalu banyak orang yang ingin kamu selalu bahagia. Sehingga, ketika air matamu harus jatuh kamu akan segera menghapusnya dan kembali ternyum ceria, seperti apa adanya kamu.

Tulisannya malah jadi panjang ya? Ah, kamuuu. Kenapa sih susah sekali berhenti menunjukkan cinta padamu?

Salam manis, 
Dari orang yang paling manis

Untukmu yang Tersakiti

Diposting oleh Unknown di Kamis, Maret 06, 2014 0 komentar


Aku dan kamu percaya. Cinta ada bukan untuk menyakiti. Tapi jika mencintaiku membuatmu tersakiti, maka apakah yang mampu kuberikan selain maaf? Aku mungkin telah melukai hati entah sebagian, entah seluruhnya. Tapi tak mungkin sengaja.

Jika ada saat dimana aku berhenti merindu, aku berhenti mengatakan aku mecintaimu. Aku meminta maaf. Cinta itu, jika memang tak bisa kuberikan disaat yang kau inginkan maka tak akan kuberikan. Karena apakah arti cinta yang palsu?

Tidak, ia mungkin tidak mati. Tapi ia punya masa. Bukan masa kepada siapa, tapi masa berada dimana. Ada saat dimana ia tidak harus selalu kamu lihat. Ada masa dimana ia tidak bisa terus bersemi. Mungkin kala itu bunganya telah kamu petik seluruhnya. Atau mungkin ada yang telah layu dan mati. Maka tunggulah, tunggulah ia berbunga lagi. Kita tahu kita tak boleh memaksa. Karena kita tahu cinta tidak bisa dipaksa.

Maka ketika jeda itu harus terjadi. Mari kita coba merawatnya kembali, cinta itu. Kita siram lagi, hari demi hari tanpa jemu. Sembari menunggu waktu untuk ia berbunga kembali. Hingga bisa kita nikmati lagi disaat yang tepat.

Jika ada masa kamu merasa terabaikan. Aku meminta maafmu lagi. Karena cinta tidak harus selalu diumbar, ia juga butuh waktu untuk benar-benar dirasakan. Agar ia punya makna yang lebih dalam, yang membuat kita mensyukuri, membuat kita menghargai.

Tidak bisakah kita mencintai seperti air yang mengalir? Berhenti melawan arus deras dan mulai mengikutinya, menuju muara.

Mungkin mecintai seperti meminum air. Harus ada jeda setiap tiga teguk, untuk bernapas. Atau mungkin seperti menuangkan air ke dalam sebuah gelas. Harus berhenti ketika sudah waktunya berhenti.  Agar tidak ada yang terbuang percuma. Kita hanya perlu menunggu gelasnya kosong kembali atau gelas kosong berikutnya untuk kembali menuangkannya.

Karena segala hal perlu waktu yang tepat. Waktu diberikan. Waktu dihentikan. Karena ada waktu untuk diberikan. Ada juga yang tidak. Maka janganlah berpersepsi, karena sungguh itu tidak baik. Lebih banyak membawa luka dan seringkali kesalahpahaman.

Tapi jika kamu sudah terlanjur merasa terluka. Jangan takut untuk melangkah pergi. Untuk apa bertahan pada yang menyakiti? Aku takkan tersakiti, mungkin sedikit. Tapi itu hanya untuk sementara, hanya ketika kamu pergi. Dan mungkin hari-hari berikutnya, bulan, tahun, masa. Entahlah. Tapi aku akan kembali baik-baik saja. Tidak tahu kapan dan bagaimana. Tapi kamu harus percaya karena aku percaya.

Dan jika kamu telah berhenti mencintai dan benar-benar pergi. Mungkin, akan ada detik dimana kamu menoleh kebelakang. Sekedar melihat bagaimana aku. Lalu kamu menyadari, kamu telah meninggalkan aku yang tak berhenti mencintai. Maka jangan menyesali dan memutuskan kembali. Karena mungkin, setelah kamu kembali hanya ada simpati dan bukan cinta lagi.

Maka apa pun yang terjadi. Pada akhirnya kita hanya mampu belajar ikhlas. Meski sedang menari-nari dalam duka.

Jangan menolak untuk ikhlas. Karena ia menuju damai.

Jangan Mendekat !

Diposting oleh Unknown di Minggu, Maret 02, 2014 0 komentar

         Jangan mendekat, kamu tidak tahu seperti apa aku, jangan mendekat dan mencoba mencari tahu, kamu tidak akan dapat apapun. Jangan mendekat, aku tidak punya cahaya yang seharusnya kamu dapatkan. Jangan mendekat rumah hatiku masih sengaja kubiarkan berantakan. Aku tidak punya sapu dan kemucing untuk membersihkannya. Aku terlalu sibuk mengukir mimpi-mimpiku yang harus kubilang lebih penting dari hanya sekedar menengok hati yang debunya susah dibersihkan. Aku takut mataku perih dan iritasi saat debu-debu itu masuk ke mataku. Aku takut mataku mengeluarkannya airnya lagi.

Jangan mendekat, kupastikan aku masih terlalu sibuk dengan mimpiku. Jangan mendekat, bukan karena masih kukenang masa lalu, tapi aku memang belum sembuh. Aku tidak memintamu menunggu, pergilah sesukamu. Aku bukan cahaya yang kamu cari. Aku gelap tanpa harus kujelaskan padamu seperti apa aku. Aku tidak tahu kapan aku akan sembuh, aku ingin mengobatinya sendiri, aku tidak ingin lagi berhutang budi. Aku ingin menemukan aku sembuh dengan tanganku sendiri.
Aku apatis dan skeptis dengan hal yang kamu tawarkan, aku juga tidak ingin sedikitpun memberi harapan. Aku jahat? Tidak! Aku bilang, aku belum sembuh. Bertemanlah dengan aku sesukamu, tapi jangan kau coba sentuh aku. Aku takut, takut sekali hatiku yang rancu akan membunuhmu atau justru sakitku akan menular ke kamu. Aku tidak perlu kamu yakinkan sedemikian rupa, aku menghargai kamu. Sekali lagi kubilang, aku belum sembuh dan kamu belum tahu siapa aku. Jangan mendekat terlalu dekat. Kamu mungkin kurang beruntung, menemukanku dalam keadaan aku sedang seperti ini. Maaf. Aku tahu rasanya jadi kamu. Bukan aku tidak ingin, aku hanya belum bisa memberimu ruang. Ah, tapi kalau aku berkata belum, mungkin kesannya suatu saat aku akan berkata iya. Oke, kutegaskan, aku tidak bisa memberimu ruang. Maaf. Jangan mendekat sebelum kamu terluka. Aku takut menyakiti orang lain, aku takut mengecewakan orang lain, aku takut karma, aku takut banyak hal. Jadi biarkan aku sendiri.
Jangan janjikan apapun, aku terbiasa dengan cara-cara itu, dari dulu. Kamu tidak tahu aku. Aku ini egois. Aku patheic. Aku punya kelainan jiwa yang nanti suatu hari kamu juga akan membenciku seperti yang lainnya. Aku punya trauma masa kecil yang akut, aku punya banyak hal yang meskipun kuceritakan padamu, awalnya kau bilang akan menerima tapi setelah mengenal kau akan pergi. Sudahlah. Jangan mendekat. Aku bukan yang kamu cari..

Kamis, 27 Maret 2014

Sedikit Perbincangan dengan Tuhanku

Tuhan, hari ini tolong dengarkan aku. Sebentar saja.
Ya. Memang ini sudah berlangsung lebih dari 7 bulan, ya 7 bulan Tuhan. Masih kurang jelas??? Baik akan aku perjelas, 210 hari tepatnya. Dan Kau juga pasti sudah bisa menebak. Ya, perasaanku. Masih tetap sama.

Baiklaahh Tuhan, mungkin Kau juga lelah mendengarkannya. Tapi tolong, aku pun tidak ingin berlarut – larut.
Aku sering bertanya padaMu apa sebenarnya arti dari rasa ikhlas. Melupakan segalanya begitu?? Menganggap bahwa kemarin itu tidak pernah terjadi apa – apa antara aku dan dia? Begitukah? Sedangkan Kau paham, semuanya tidak sesingkat – semudah dan se-simple itu.

Kau tahu Tuhan??? Dia adalah orang yang datang dihidupku tidak cukup cukup lama. Hanya 30 hari. Tapi tentu Kau tahu ada sesuatu yang sudah ia lakukan kepadaku tapi aku tidak menyadarinya. Dia menyeretku terlalu dalam. Menggandeng tanganku tanpa pernah sadar bahwa suatu saat genggaman itu pun akan terlepas. Menggiringku dijalan yang sama dengannya tanpa aku sadari yang berada ditepiku adalah jurang yang bisa saja aku jatuh ke dalamnya—dan itu terbukti.

Tuhan, kau lihat aku??? Aku melewati semuanya seolah semuanya baik – baik saja. 
Aku tetap berjalan tegak diatas luka yang ia toreh dan ia biarkan begitu saja. Aku mungkin bisa menata kembali langkahku. Aku bisa menata hidupku dari awal. Memulai segala hal yang baru. Tapi perasaanku tak lagi sama. Porak – poranda, Kau pasti paham.

Uhm…aku…aku ingin semuanya kembali seperti awal. Seperti sebelum dia datang. Aku tidak ingin menjadi perempuan pendendam. Aku tidak mau terus – menerus dipenuhi oleh rasa amarah. Aku tidak ingin meluapkan amarah ini kepada orang lain (lagi) hanya untuk memuaskan egoku. Aku ingin perasaanku menerima, hatiku berkata ‘sudah cukup’ dan lalu aku bisa kembali menjadi diriku yang dulu.
Tuhan, tolong bantu aku. Bantu untuk menggeser timbangan itu ke titik nol lagi..


Sabtu, 15 Maret 2014

Cinta Yang Beda


Dunia itu indah, bukan? Ia selalu dipenuhi cinta. Itu pula yang terjadi padaku untukmu.

Aku juga punya cinta. Tapi tidak sama dengan dunia. Ia beda dan ia indah karena beda. Andai kau bisa melihat, kau pun akan setuju denganku. Tapi tidak, kau bahkan tidak tahu aku punya cinta. Cinta yang telah dipersembahkan seluruhnya untukmu.

Ia tidak berbentuk bunga yang bisa layu setelah dipetik untukmu. Namun, aromanya lebih wangi darinya. Ia tidak berbentuk sebatang cokelat yang akan habis setelah diberikan padamu. Namun, lebih manis darinya.

Ia adalah pengorbanan. Melukis senyummu dengan air mata. Memberimu tawa dengan lukanya.

Ia adalah sempurna. Tanpa mesti membuat aku dan kamu menjadi sempurna.

Ia punya sayap. Sayap yang seluruhnya ia berikan padamu yang membawamu melayang ke udara. Dan ia hanya akan selalu menjagamu dibawah agar tidak jatuh. Lalu membiarkan sakit itu untuknya.

Ia ingin menjadi apa adanya. Tak pernah memaksa tapi tetap memberi. Ia tak kau lihat, tak kau dengar, tak kau raba, tak kau rasa hadirnya. Namun, ia menjagamu dari segalanya.

Ia yang akan membiarkanmu bahagia tanpanya, meski sesungguhnya karenanya. Jika memang harus begitu nyatanya.

Aku punya cinta. Ia beda. Namun ia indah dengan bedanya. Meski mungkin takkan pernah kau kenali adanya.

Sabtu, 08 Maret 2014

Entah Harus Kuberi Judul Seperti Apa


Ketika pertemuan demi pertemuan tak terjadi lagi, aku kembali dalam kondisi sedang “nakal-nakalnya” atau bisa dikatakan sedang “jatuh-jatuhnya”. Untuk apa aku mengatakan ini padamu ya? Tapi kamu tidak perlu khawatir. Cukup aku saja yang khawatir sendiri *nah?

Tapi jangan takut, jangan sedih. Pada akhirnya aku mengerti. Kita telah tiba dimasa dimana kita harus membiarkan aku berdiri sendiri. Belajar berjalan sendiri. Pada akhirnya aku yang harus mencari jalan dengan pelitaku sendiri. Dan kamu hanya perlu menunggu dengan tertawa-tawa mungkin, atau menangis, melihatku yang ternyata berjalan mundur. Semakin jauh dari yang seharusnya kutuju. Sudahlah, jangan memaksakan diri menyusul. Karena kita sama-sama mengerti peranmu bukan untuk itu lagi.

Jangan mengira tulisan ini akan panjang. Lagi pula apa yang bisa kuceritakan dari cerita yang tak lagi ada. Aku khawatir intensitas pertemuan mulai menggerus rasa. Aku sih tidak. Kamu?

Sudah ah, aku mengantuk. Segelas kopi yang kuhabiskan malam ini sepertinya mulai bekerja. Aku juga heran kenapa caffeine seringkali bereaksi terbalik dari yang seharusnya padaku.

Oh iya, seseorang yang sering mengganggumu dengan email-email absurdnya berkata padaku, caramu menyabotase titik koma surat-suratnya selama ini sangat manis. Meski kamu tak pernah membalasnya dengan elegant. Dia suka saat orang-orang berusaha mengerti tapi tak pernah bisa. Dia suka melihat orang-orang yang tidak ia kenal itu berasumsi dengan opini-opini yang mungkin tidak ia mengerti. Karena saat itu dia bisa bernapas lega, melihat kamu tidak pernah sepi dengan orang-orang yang selalu peduli padamu, selalu berusaha mengerti kamu. Dan dia juga bilang semoga kamu selalu menyadari terlalu banyak orang yang ingin kamu selalu bahagia. Sehingga, ketika air matamu harus jatuh kamu akan segera menghapusnya dan kembali ternyum ceria, seperti apa adanya kamu.

Tulisannya malah jadi panjang ya? Ah, kamuuu. Kenapa sih susah sekali berhenti menunjukkan cinta padamu?

Salam manis, 
Dari orang yang paling manis

Kamis, 06 Maret 2014

Untukmu yang Tersakiti



Aku dan kamu percaya. Cinta ada bukan untuk menyakiti. Tapi jika mencintaiku membuatmu tersakiti, maka apakah yang mampu kuberikan selain maaf? Aku mungkin telah melukai hati entah sebagian, entah seluruhnya. Tapi tak mungkin sengaja.

Jika ada saat dimana aku berhenti merindu, aku berhenti mengatakan aku mecintaimu. Aku meminta maaf. Cinta itu, jika memang tak bisa kuberikan disaat yang kau inginkan maka tak akan kuberikan. Karena apakah arti cinta yang palsu?

Tidak, ia mungkin tidak mati. Tapi ia punya masa. Bukan masa kepada siapa, tapi masa berada dimana. Ada saat dimana ia tidak harus selalu kamu lihat. Ada masa dimana ia tidak bisa terus bersemi. Mungkin kala itu bunganya telah kamu petik seluruhnya. Atau mungkin ada yang telah layu dan mati. Maka tunggulah, tunggulah ia berbunga lagi. Kita tahu kita tak boleh memaksa. Karena kita tahu cinta tidak bisa dipaksa.

Maka ketika jeda itu harus terjadi. Mari kita coba merawatnya kembali, cinta itu. Kita siram lagi, hari demi hari tanpa jemu. Sembari menunggu waktu untuk ia berbunga kembali. Hingga bisa kita nikmati lagi disaat yang tepat.

Jika ada masa kamu merasa terabaikan. Aku meminta maafmu lagi. Karena cinta tidak harus selalu diumbar, ia juga butuh waktu untuk benar-benar dirasakan. Agar ia punya makna yang lebih dalam, yang membuat kita mensyukuri, membuat kita menghargai.

Tidak bisakah kita mencintai seperti air yang mengalir? Berhenti melawan arus deras dan mulai mengikutinya, menuju muara.

Mungkin mecintai seperti meminum air. Harus ada jeda setiap tiga teguk, untuk bernapas. Atau mungkin seperti menuangkan air ke dalam sebuah gelas. Harus berhenti ketika sudah waktunya berhenti.  Agar tidak ada yang terbuang percuma. Kita hanya perlu menunggu gelasnya kosong kembali atau gelas kosong berikutnya untuk kembali menuangkannya.

Karena segala hal perlu waktu yang tepat. Waktu diberikan. Waktu dihentikan. Karena ada waktu untuk diberikan. Ada juga yang tidak. Maka janganlah berpersepsi, karena sungguh itu tidak baik. Lebih banyak membawa luka dan seringkali kesalahpahaman.

Tapi jika kamu sudah terlanjur merasa terluka. Jangan takut untuk melangkah pergi. Untuk apa bertahan pada yang menyakiti? Aku takkan tersakiti, mungkin sedikit. Tapi itu hanya untuk sementara, hanya ketika kamu pergi. Dan mungkin hari-hari berikutnya, bulan, tahun, masa. Entahlah. Tapi aku akan kembali baik-baik saja. Tidak tahu kapan dan bagaimana. Tapi kamu harus percaya karena aku percaya.

Dan jika kamu telah berhenti mencintai dan benar-benar pergi. Mungkin, akan ada detik dimana kamu menoleh kebelakang. Sekedar melihat bagaimana aku. Lalu kamu menyadari, kamu telah meninggalkan aku yang tak berhenti mencintai. Maka jangan menyesali dan memutuskan kembali. Karena mungkin, setelah kamu kembali hanya ada simpati dan bukan cinta lagi.

Maka apa pun yang terjadi. Pada akhirnya kita hanya mampu belajar ikhlas. Meski sedang menari-nari dalam duka.

Jangan menolak untuk ikhlas. Karena ia menuju damai.

Minggu, 02 Maret 2014

Jangan Mendekat !

         Jangan mendekat, kamu tidak tahu seperti apa aku, jangan mendekat dan mencoba mencari tahu, kamu tidak akan dapat apapun. Jangan mendekat, aku tidak punya cahaya yang seharusnya kamu dapatkan. Jangan mendekat rumah hatiku masih sengaja kubiarkan berantakan. Aku tidak punya sapu dan kemucing untuk membersihkannya. Aku terlalu sibuk mengukir mimpi-mimpiku yang harus kubilang lebih penting dari hanya sekedar menengok hati yang debunya susah dibersihkan. Aku takut mataku perih dan iritasi saat debu-debu itu masuk ke mataku. Aku takut mataku mengeluarkannya airnya lagi.

Jangan mendekat, kupastikan aku masih terlalu sibuk dengan mimpiku. Jangan mendekat, bukan karena masih kukenang masa lalu, tapi aku memang belum sembuh. Aku tidak memintamu menunggu, pergilah sesukamu. Aku bukan cahaya yang kamu cari. Aku gelap tanpa harus kujelaskan padamu seperti apa aku. Aku tidak tahu kapan aku akan sembuh, aku ingin mengobatinya sendiri, aku tidak ingin lagi berhutang budi. Aku ingin menemukan aku sembuh dengan tanganku sendiri.
Aku apatis dan skeptis dengan hal yang kamu tawarkan, aku juga tidak ingin sedikitpun memberi harapan. Aku jahat? Tidak! Aku bilang, aku belum sembuh. Bertemanlah dengan aku sesukamu, tapi jangan kau coba sentuh aku. Aku takut, takut sekali hatiku yang rancu akan membunuhmu atau justru sakitku akan menular ke kamu. Aku tidak perlu kamu yakinkan sedemikian rupa, aku menghargai kamu. Sekali lagi kubilang, aku belum sembuh dan kamu belum tahu siapa aku. Jangan mendekat terlalu dekat. Kamu mungkin kurang beruntung, menemukanku dalam keadaan aku sedang seperti ini. Maaf. Aku tahu rasanya jadi kamu. Bukan aku tidak ingin, aku hanya belum bisa memberimu ruang. Ah, tapi kalau aku berkata belum, mungkin kesannya suatu saat aku akan berkata iya. Oke, kutegaskan, aku tidak bisa memberimu ruang. Maaf. Jangan mendekat sebelum kamu terluka. Aku takut menyakiti orang lain, aku takut mengecewakan orang lain, aku takut karma, aku takut banyak hal. Jadi biarkan aku sendiri.
Jangan janjikan apapun, aku terbiasa dengan cara-cara itu, dari dulu. Kamu tidak tahu aku. Aku ini egois. Aku patheic. Aku punya kelainan jiwa yang nanti suatu hari kamu juga akan membenciku seperti yang lainnya. Aku punya trauma masa kecil yang akut, aku punya banyak hal yang meskipun kuceritakan padamu, awalnya kau bilang akan menerima tapi setelah mengenal kau akan pergi. Sudahlah. Jangan mendekat. Aku bukan yang kamu cari..
 

♥ Diary Online ♥ Copyright 2011 My Sweet Blog kage Designed by Templates By Blogger Styles | Blogger Image by Tadpole's Notez