M U N A F I K, Yes I am

Diposting oleh Unknown di Rabu, Mei 21, 2014 0 komentar


Dari judulnya aja dah pasti yang kenal penulisnya langsung mencibir. Oh ternyataaa.... SOK ALIM !! Dari gambarnya akan komentar GAK NYAMBUNG !

Tuhan memang masih sangat sayang pada saya, perempuan baik hati, boros, suka menolong, sering dimanfaatkan teman dan tentunya plin plan! Dia membukakan mata ini tidak lagi dengan peristiwa yang tersirat, tersurat, termajalah, tervideo atau terapalah, tapi secara nyata didepan saya! dan Rutin! Sangat menunjukkan bahwa BODOH sekali saya ini, RENDAH sekali kualitas diri saya ini. Hal-hal kecil tidak lagi bisa membuat saya menoleh! Prek! angin lalu! Dan kini.., Dia bukakan masalah dikehidupan teman baru saya, nyata-nyata, menampar harga diri dan membuka paksa mata saya serta mengantarakan saya ke kuburan hati!


Bagaimana tidak, ketika teman saya bercerita tentang tragedi hidupnya, saya seperti melihat ke masalah-masalah saya. Entah mau dibuat sama atau tidak, nyatanya kok mirip. Mau apa tidak mau mengakui, ya seperti itulah yang terjadi. Mau pakai alasan apapun, ya sama aja! Saya heran. Super heran.

Kasihan sebenarnya teman baru saya ini. Dan sepertinya saya orang munafik nomer satu di dunia ini. Bukan seperti ding! tapi memang munafik! Memberinya nasehat bak pendeta tapi nyatanya saya sendiri melakukannya. Ya meski sebentar lagi pensiun (sudah tercium surat pemecatan/pensiunan). Saya bermuka dua akhirnya. Bertubuh setan tapi kadang sok bersifat malaikat. Setiap kali saya menasehatinya tentang kehidupan, mata teman saya itu menahan air mata. Ya Tuhan..., mata itu kembali bicara balik kepada saya. "KAMU JUGA !"
PLAAKKK....!!!! 

Ceritanya bagaimana sihh?
Jujur saya gak bisa cerita disini. Saya dah di sumpah jerapah untuk tidak koar-koar. Soriii ya sekali lagi..

Tapi inti dari semua ini adalah berlajarlah menghargai jernih payah kita sendiri. Diri kita ini lebih berharga daripada orang lain. Kita bisa hargai diri kita artinya kita pasti bisa hargai orang lain. Secinta apapun kita kepada sesuatu, itu bukan milik kita seutuhnya, masih ada Tuhan yang berhak memilikinya. Jangan pernah kamu mencintai sesuatu lebih dari kamu mencintai Nya. Yang kamu cintai itu tak akan berbalik mencintaimu dengan kadar yang sama!! Dan saya sudah membuktikannya.

Saya pensiun menjadi orang munafik. Berusaha pensiun. Bila diberi amanah itu dijaga. Bila berjanji ditepati. Bila berkata jangan bohong. Menjadi tidak munafik itu susah. Benar-benar harus belajar. Tak semudah bicara!! Saya sudah berusaha menepati ke 3 hal itu aja masih tetap saja saya menjadi penipu! Padahal saya dah berusaha menepati lho. Masih ada yang kurang. Gimanapun kalau ada yang kurang berarti belum semua syarat terpenuhi to.

Saya adalah penipu yang tertipu!!

Saya mau tidak menjadi munafik lagi, hidup saya tidak lama di dunia ini...
 
Sudah ya, ini sudah larut..

Selamat Malam...

Obrolah Siang Bolong Tentang Mati Rasa

Diposting oleh Unknown di Sabtu, Mei 17, 2014 0 komentar
Sudah pernah mengalami mati rasa? Tentunya jangan sampai. Kali ini mari kita membahas soal mati rasa. Kata ini muncul  4 hari yang lalu dari seorang teman yang lebay jablay capcay. Sebenarnya teman gue ini orang baik. Saking baiknya meskipun tahu dia dimanfaatkan dari segala sisi oleh teman dekat, pacar, atau keluarganya, yang dia bisa cuma diam dan ikut arus. 

Katanya "Biarkan saja, ntar juga berhenti sendiri ketika apa yang dia maui dari gue sudah gak ada lagi." 

Dan memang benar, satu persatu parasit itu pergi. Tinggal inangnya yang masih mencoba merasa cantik, baik, dan berpengharapan besar ke masa depan.


Balik ke mati rasa.
Teman gue yang suka galau itu datang dengan muka lesu dan kusut.

"Bisa gak sih lo bayangin gimana rasa lo ketika hal yang paling primitif (menjiplak istilah pramudya) ditangkis mentah-mentah oleh orang yang harusnya memodernkannya? Itu baru aja terjadi pada gue. Dan rasanya, harga diri ini terjun ke strata paling bawah."

Gue cuma bengong saja ketika melihatnya nyerocos tanpa henti.

"Rasanya, rasanya sudah gak bisa merasakan apa-apa lagi. Mati rasa. Belum.., sepertinya mau mati rasa! Sengatan listrik sudah mulai tak berasa!"

Gue semakin bengong. Bingung. Mungkin teman gue ini kesurupan pohon mangga depan rumah. Pembicaraannya sama sekali tidak bisa gue tangkap. Meskipun begitu, gue tetap takjub melihatnya bercerita.

"Sepertinya gue ingin mati rasa. Biar tidak lagi merasakan sakitnya dibanting ke jurang oleh orang yang gue anggap penting. Sungguh baru sadar, ternyata gue ini hanya sebagai pelengkap obyek penderita."

Oo... baru mengerti gue maksud teman gue itu. Dengan perasaaan penuh kharisma dan wibawa, gue pun memberikan saran kepadanya.

"Emang gak salah lo pengin mati rasa, lha hidup cuma berisi dia dia dia saja. Gue paham. Cuma janganlah pilih hal itu. Ya.. paling banter merasa MENUJU mati rasa lah. Tapi kalau lo tetap berprinsip begitu ya monggo, gue pikir lo mendingan MATI SAJA. Toh sama saja artinya."

Teman gue tiba-tiba berubah raut mukanya. 
"Benar lo bilang. Sebaiknya memang dia yang mati saja!" 

Nah lhoo....
Kok jadi gini.. -_______________-

Rabu, 21 Mei 2014

M U N A F I K, Yes I am


Dari judulnya aja dah pasti yang kenal penulisnya langsung mencibir. Oh ternyataaa.... SOK ALIM !! Dari gambarnya akan komentar GAK NYAMBUNG !

Tuhan memang masih sangat sayang pada saya, perempuan baik hati, boros, suka menolong, sering dimanfaatkan teman dan tentunya plin plan! Dia membukakan mata ini tidak lagi dengan peristiwa yang tersirat, tersurat, termajalah, tervideo atau terapalah, tapi secara nyata didepan saya! dan Rutin! Sangat menunjukkan bahwa BODOH sekali saya ini, RENDAH sekali kualitas diri saya ini. Hal-hal kecil tidak lagi bisa membuat saya menoleh! Prek! angin lalu! Dan kini.., Dia bukakan masalah dikehidupan teman baru saya, nyata-nyata, menampar harga diri dan membuka paksa mata saya serta mengantarakan saya ke kuburan hati!


Bagaimana tidak, ketika teman saya bercerita tentang tragedi hidupnya, saya seperti melihat ke masalah-masalah saya. Entah mau dibuat sama atau tidak, nyatanya kok mirip. Mau apa tidak mau mengakui, ya seperti itulah yang terjadi. Mau pakai alasan apapun, ya sama aja! Saya heran. Super heran.

Kasihan sebenarnya teman baru saya ini. Dan sepertinya saya orang munafik nomer satu di dunia ini. Bukan seperti ding! tapi memang munafik! Memberinya nasehat bak pendeta tapi nyatanya saya sendiri melakukannya. Ya meski sebentar lagi pensiun (sudah tercium surat pemecatan/pensiunan). Saya bermuka dua akhirnya. Bertubuh setan tapi kadang sok bersifat malaikat. Setiap kali saya menasehatinya tentang kehidupan, mata teman saya itu menahan air mata. Ya Tuhan..., mata itu kembali bicara balik kepada saya. "KAMU JUGA !"
PLAAKKK....!!!! 

Ceritanya bagaimana sihh?
Jujur saya gak bisa cerita disini. Saya dah di sumpah jerapah untuk tidak koar-koar. Soriii ya sekali lagi..

Tapi inti dari semua ini adalah berlajarlah menghargai jernih payah kita sendiri. Diri kita ini lebih berharga daripada orang lain. Kita bisa hargai diri kita artinya kita pasti bisa hargai orang lain. Secinta apapun kita kepada sesuatu, itu bukan milik kita seutuhnya, masih ada Tuhan yang berhak memilikinya. Jangan pernah kamu mencintai sesuatu lebih dari kamu mencintai Nya. Yang kamu cintai itu tak akan berbalik mencintaimu dengan kadar yang sama!! Dan saya sudah membuktikannya.

Saya pensiun menjadi orang munafik. Berusaha pensiun. Bila diberi amanah itu dijaga. Bila berjanji ditepati. Bila berkata jangan bohong. Menjadi tidak munafik itu susah. Benar-benar harus belajar. Tak semudah bicara!! Saya sudah berusaha menepati ke 3 hal itu aja masih tetap saja saya menjadi penipu! Padahal saya dah berusaha menepati lho. Masih ada yang kurang. Gimanapun kalau ada yang kurang berarti belum semua syarat terpenuhi to.

Saya adalah penipu yang tertipu!!

Saya mau tidak menjadi munafik lagi, hidup saya tidak lama di dunia ini...
 
Sudah ya, ini sudah larut..

Selamat Malam...

Sabtu, 17 Mei 2014

Obrolah Siang Bolong Tentang Mati Rasa

Sudah pernah mengalami mati rasa? Tentunya jangan sampai. Kali ini mari kita membahas soal mati rasa. Kata ini muncul  4 hari yang lalu dari seorang teman yang lebay jablay capcay. Sebenarnya teman gue ini orang baik. Saking baiknya meskipun tahu dia dimanfaatkan dari segala sisi oleh teman dekat, pacar, atau keluarganya, yang dia bisa cuma diam dan ikut arus. 

Katanya "Biarkan saja, ntar juga berhenti sendiri ketika apa yang dia maui dari gue sudah gak ada lagi." 

Dan memang benar, satu persatu parasit itu pergi. Tinggal inangnya yang masih mencoba merasa cantik, baik, dan berpengharapan besar ke masa depan.


Balik ke mati rasa.
Teman gue yang suka galau itu datang dengan muka lesu dan kusut.

"Bisa gak sih lo bayangin gimana rasa lo ketika hal yang paling primitif (menjiplak istilah pramudya) ditangkis mentah-mentah oleh orang yang harusnya memodernkannya? Itu baru aja terjadi pada gue. Dan rasanya, harga diri ini terjun ke strata paling bawah."

Gue cuma bengong saja ketika melihatnya nyerocos tanpa henti.

"Rasanya, rasanya sudah gak bisa merasakan apa-apa lagi. Mati rasa. Belum.., sepertinya mau mati rasa! Sengatan listrik sudah mulai tak berasa!"

Gue semakin bengong. Bingung. Mungkin teman gue ini kesurupan pohon mangga depan rumah. Pembicaraannya sama sekali tidak bisa gue tangkap. Meskipun begitu, gue tetap takjub melihatnya bercerita.

"Sepertinya gue ingin mati rasa. Biar tidak lagi merasakan sakitnya dibanting ke jurang oleh orang yang gue anggap penting. Sungguh baru sadar, ternyata gue ini hanya sebagai pelengkap obyek penderita."

Oo... baru mengerti gue maksud teman gue itu. Dengan perasaaan penuh kharisma dan wibawa, gue pun memberikan saran kepadanya.

"Emang gak salah lo pengin mati rasa, lha hidup cuma berisi dia dia dia saja. Gue paham. Cuma janganlah pilih hal itu. Ya.. paling banter merasa MENUJU mati rasa lah. Tapi kalau lo tetap berprinsip begitu ya monggo, gue pikir lo mendingan MATI SAJA. Toh sama saja artinya."

Teman gue tiba-tiba berubah raut mukanya. 
"Benar lo bilang. Sebaiknya memang dia yang mati saja!" 

Nah lhoo....
Kok jadi gini.. -_______________-

 

♥ Diary Online ♥ Copyright 2011 My Sweet Blog kage Designed by Templates By Blogger Styles | Blogger Image by Tadpole's Notez