Obrolah Siang Bolong Tentang Mati Rasa

Diposting oleh Unknown di Sabtu, Mei 17, 2014
Sudah pernah mengalami mati rasa? Tentunya jangan sampai. Kali ini mari kita membahas soal mati rasa. Kata ini muncul  4 hari yang lalu dari seorang teman yang lebay jablay capcay. Sebenarnya teman gue ini orang baik. Saking baiknya meskipun tahu dia dimanfaatkan dari segala sisi oleh teman dekat, pacar, atau keluarganya, yang dia bisa cuma diam dan ikut arus. 

Katanya "Biarkan saja, ntar juga berhenti sendiri ketika apa yang dia maui dari gue sudah gak ada lagi." 

Dan memang benar, satu persatu parasit itu pergi. Tinggal inangnya yang masih mencoba merasa cantik, baik, dan berpengharapan besar ke masa depan.


Balik ke mati rasa.
Teman gue yang suka galau itu datang dengan muka lesu dan kusut.

"Bisa gak sih lo bayangin gimana rasa lo ketika hal yang paling primitif (menjiplak istilah pramudya) ditangkis mentah-mentah oleh orang yang harusnya memodernkannya? Itu baru aja terjadi pada gue. Dan rasanya, harga diri ini terjun ke strata paling bawah."

Gue cuma bengong saja ketika melihatnya nyerocos tanpa henti.

"Rasanya, rasanya sudah gak bisa merasakan apa-apa lagi. Mati rasa. Belum.., sepertinya mau mati rasa! Sengatan listrik sudah mulai tak berasa!"

Gue semakin bengong. Bingung. Mungkin teman gue ini kesurupan pohon mangga depan rumah. Pembicaraannya sama sekali tidak bisa gue tangkap. Meskipun begitu, gue tetap takjub melihatnya bercerita.

"Sepertinya gue ingin mati rasa. Biar tidak lagi merasakan sakitnya dibanting ke jurang oleh orang yang gue anggap penting. Sungguh baru sadar, ternyata gue ini hanya sebagai pelengkap obyek penderita."

Oo... baru mengerti gue maksud teman gue itu. Dengan perasaaan penuh kharisma dan wibawa, gue pun memberikan saran kepadanya.

"Emang gak salah lo pengin mati rasa, lha hidup cuma berisi dia dia dia saja. Gue paham. Cuma janganlah pilih hal itu. Ya.. paling banter merasa MENUJU mati rasa lah. Tapi kalau lo tetap berprinsip begitu ya monggo, gue pikir lo mendingan MATI SAJA. Toh sama saja artinya."

Teman gue tiba-tiba berubah raut mukanya. 
"Benar lo bilang. Sebaiknya memang dia yang mati saja!" 

Nah lhoo....
Kok jadi gini.. -_______________-

0 komentar on "Obrolah Siang Bolong Tentang Mati Rasa"

Posting Komentar

Sabtu, 17 Mei 2014

Obrolah Siang Bolong Tentang Mati Rasa

Sudah pernah mengalami mati rasa? Tentunya jangan sampai. Kali ini mari kita membahas soal mati rasa. Kata ini muncul  4 hari yang lalu dari seorang teman yang lebay jablay capcay. Sebenarnya teman gue ini orang baik. Saking baiknya meskipun tahu dia dimanfaatkan dari segala sisi oleh teman dekat, pacar, atau keluarganya, yang dia bisa cuma diam dan ikut arus. 

Katanya "Biarkan saja, ntar juga berhenti sendiri ketika apa yang dia maui dari gue sudah gak ada lagi." 

Dan memang benar, satu persatu parasit itu pergi. Tinggal inangnya yang masih mencoba merasa cantik, baik, dan berpengharapan besar ke masa depan.


Balik ke mati rasa.
Teman gue yang suka galau itu datang dengan muka lesu dan kusut.

"Bisa gak sih lo bayangin gimana rasa lo ketika hal yang paling primitif (menjiplak istilah pramudya) ditangkis mentah-mentah oleh orang yang harusnya memodernkannya? Itu baru aja terjadi pada gue. Dan rasanya, harga diri ini terjun ke strata paling bawah."

Gue cuma bengong saja ketika melihatnya nyerocos tanpa henti.

"Rasanya, rasanya sudah gak bisa merasakan apa-apa lagi. Mati rasa. Belum.., sepertinya mau mati rasa! Sengatan listrik sudah mulai tak berasa!"

Gue semakin bengong. Bingung. Mungkin teman gue ini kesurupan pohon mangga depan rumah. Pembicaraannya sama sekali tidak bisa gue tangkap. Meskipun begitu, gue tetap takjub melihatnya bercerita.

"Sepertinya gue ingin mati rasa. Biar tidak lagi merasakan sakitnya dibanting ke jurang oleh orang yang gue anggap penting. Sungguh baru sadar, ternyata gue ini hanya sebagai pelengkap obyek penderita."

Oo... baru mengerti gue maksud teman gue itu. Dengan perasaaan penuh kharisma dan wibawa, gue pun memberikan saran kepadanya.

"Emang gak salah lo pengin mati rasa, lha hidup cuma berisi dia dia dia saja. Gue paham. Cuma janganlah pilih hal itu. Ya.. paling banter merasa MENUJU mati rasa lah. Tapi kalau lo tetap berprinsip begitu ya monggo, gue pikir lo mendingan MATI SAJA. Toh sama saja artinya."

Teman gue tiba-tiba berubah raut mukanya. 
"Benar lo bilang. Sebaiknya memang dia yang mati saja!" 

Nah lhoo....
Kok jadi gini.. -_______________-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

♥ Diary Online ♥ Copyright 2011 My Sweet Blog kage Designed by Templates By Blogger Styles | Blogger Image by Tadpole's Notez