Aku bertemu kamu di persimpangan jalan kehidupan. Awalnya
aku merasa biasa saja karena aku sudah cukup terbiasa bertemu orang baru
dan berkenalan. Tidak ada yang menarik pada awalnya. Kamu sama seperti
yang lainnya, ramah di awal di hadapan semua wanita.
Setelah berbicara dan bertukar informasi mengenai pribadi
masing-masing ala kadarnya, kita akhirnya tau tujuan kita sama.
Dihadapan kita terhampar ratusan jalan yang berbeda namun tetap berujung
di satu titik yang sama. Saat itu aku yang sangat apatis terhadap orang
lain tidak memperdulikan jalan mana yang akan kau ambil. Persetan
dengan orang lain, aku tidak peduli. Yang aku perdulikan hanyalah jalan
yang kutempuh demi satu tujuan.
Aku meninggalkanmu di belakang dan memilih kembali
melanjutkan perjalananku sendirian tanpa menoleh ke belakang. Bagiku,
tujuan hidupku adalah apa yang terbentang di depanku, dan apa yang ada
di belakangku hanyalah sesuatu yang tidak perlu aku kaji ulang karena
hanya akan menghambat langkahku.
Di tengah perjalananku ternyata aku kembali bertemu kamu.
Tidak ku sangka bahwa kau akan mengambil jalan yang sama. Di jalur ini
kau tidak akan pernah bisa berhenti dan berputar arah kembali ke
belakang. Karena itulah sebenarnya aku memilih jalur ini. Jalur ini
tidak banyak memberi pilihan namun apa yang ia sediakan hanyalah
ketegasan. Aku tak menyangka kau akan memilih jalur ini juga, karena
tidak banyak orang yang suka untuk tidak diberi kebebasan memilih banyak
pilihan.
Dari pertemuan ke dua ini aku tergelitik untuk mengetahui
lebih banyak tentangmu. Kita mulai bercengkrama berkenalan lebih jauh.
Saling menggali informasi tentang diri masing-masing. Alangkah
terkejutnya aku begitu menemukan begitu persamaan di antara kepribadian
kita, cara berpikir, dan bagaimana kita bereaksi terhadap sesuatu.
Perjalanan ini terasa menyenangkan karena aku bertemu sosok yantg dapat
aku mengerti dan mengerti aku semudah memahami diri sendiri.
Lama kelamaan perjalanan ini terasa jauh lebih menarik.
Kita bisa tertawa bersama atas lelucon yang mungkin hanya kita berdua
yang mengerti, kita bisa punya pandangan yang sama walau aku yakin orang
akan menganggapnnya 'nyentrik', kitapun punya minpi yang sama, yang
orang-orang pikir sia-sia dan tidak akan pernah mungkin tercapai. Kita
berbahagia di atas semua pemikiran miring orang-orang. Menurut mereka
kita ini gila dan tidak masuk akal, menurut kita mereka hanyalah
orang-orang yang tidak berani mengekspresikan dirinya dan terkekang
dalam pola pikir yang membosankan.
Waktu berlalu lebih cepat dari apa yang kita bayangkan.
Perjalanan ini tak kunjung menemukan ujungnya yang menandakan semuanya
masih jauh untuk mencapai tujuan. Sementara kita berdua sudah mulai
merasa bosan karena tidak bisa menemukan hal baru untuk dipelajari. Kita
juga sudah mati kebosanan dengan diri masing-masing. Kita mulai
menyangsikan apakah kita masih sanggup untuk tetap melaju ke depan
mencapai tujuan berdua? Sekarang setiap lelucon yang terlontar hanyalah
kehampaan dan setiap derai tawa yang terurai hanyalah kebisuan. Aku
rasanya sudah tidak sanggup.
Kali ini aku berpikir apa yang mesti ku perbuat. Haruskah
aku melanjutkan perjalanan ini bersamanya meski aku harus berjuang
mati-matian melawan kehampaan? Ataukah aku harus berhenti sejenak
melawan arus yang jalur ini haramkan kemudian membiarkannya berjalan
duluan dan meninggalkanku di belakang di mana artinya ia tak akan perbah
bisa melihatku lagi?
Aku terkekang dalam kebimbangan. Beginikah rasanya memilih di antara pilihan yang sama sekali tidak bisa dipilih?
0 komentar on "Tentang Orang yang Berjalan Bersisian"
Posting Komentar