Aku dan kamu
percaya. Cinta ada bukan untuk menyakiti. Tapi jika mencintaiku membuatmu
tersakiti, maka apakah yang mampu kuberikan selain maaf? Aku mungkin telah
melukai hati entah sebagian, entah seluruhnya. Tapi tak mungkin sengaja.
Jika ada
saat dimana aku berhenti merindu, aku berhenti mengatakan aku mecintaimu. Aku
meminta maaf. Cinta itu, jika memang tak bisa kuberikan disaat yang kau
inginkan maka tak akan kuberikan. Karena apakah arti cinta yang palsu?
Tidak, ia
mungkin tidak mati. Tapi ia punya masa. Bukan masa kepada siapa, tapi masa
berada dimana. Ada saat dimana ia tidak harus selalu kamu lihat. Ada masa
dimana ia tidak bisa terus bersemi. Mungkin kala itu bunganya telah kamu petik
seluruhnya. Atau mungkin ada yang telah layu dan mati. Maka tunggulah,
tunggulah ia berbunga lagi. Kita tahu kita tak boleh memaksa. Karena kita tahu
cinta tidak bisa dipaksa.
Maka ketika
jeda itu harus terjadi. Mari kita coba merawatnya kembali, cinta itu. Kita
siram lagi, hari demi hari tanpa jemu. Sembari menunggu waktu untuk ia berbunga
kembali. Hingga bisa kita nikmati lagi disaat yang tepat.
Jika ada
masa kamu merasa terabaikan. Aku meminta maafmu lagi. Karena cinta tidak harus
selalu diumbar, ia juga butuh waktu untuk benar-benar dirasakan. Agar ia punya
makna yang lebih dalam, yang membuat kita mensyukuri, membuat kita menghargai.
Tidak
bisakah kita mencintai seperti air yang mengalir? Berhenti melawan arus deras
dan mulai mengikutinya, menuju muara.
Mungkin
mecintai seperti meminum air. Harus ada jeda setiap tiga teguk, untuk bernapas.
Atau mungkin seperti menuangkan air ke dalam sebuah gelas. Harus berhenti
ketika sudah waktunya berhenti. Agar
tidak ada yang terbuang percuma. Kita hanya perlu menunggu gelasnya kosong
kembali atau gelas kosong berikutnya untuk kembali menuangkannya.
Karena
segala hal perlu waktu yang tepat. Waktu diberikan. Waktu dihentikan. Karena
ada waktu untuk diberikan. Ada juga yang tidak. Maka janganlah berpersepsi,
karena sungguh itu tidak baik. Lebih banyak membawa luka dan seringkali
kesalahpahaman.
Tapi jika
kamu sudah terlanjur merasa terluka. Jangan takut untuk melangkah pergi. Untuk
apa bertahan pada yang menyakiti? Aku takkan tersakiti, mungkin sedikit. Tapi
itu hanya untuk sementara, hanya ketika kamu pergi. Dan mungkin hari-hari
berikutnya, bulan, tahun, masa. Entahlah. Tapi aku akan kembali baik-baik saja.
Tidak tahu kapan dan bagaimana. Tapi kamu harus percaya karena aku percaya.
Dan jika
kamu telah berhenti mencintai dan benar-benar pergi. Mungkin, akan ada detik dimana
kamu menoleh kebelakang. Sekedar melihat bagaimana aku. Lalu kamu menyadari,
kamu telah meninggalkan aku yang tak berhenti mencintai. Maka jangan menyesali
dan memutuskan kembali. Karena mungkin, setelah kamu kembali hanya ada simpati
dan bukan cinta lagi.
Maka apa pun
yang terjadi. Pada akhirnya kita hanya mampu belajar ikhlas. Meski sedang
menari-nari dalam duka.
Jangan menolak untuk ikhlas. Karena ia menuju damai.
0 komentar on "Untukmu yang Tersakiti "
Posting Komentar