“Kamu boleh nangis sesuka kamu.
Karena aku tau memarmu memang
benar-benar lebam.
Tapi, suatu hari kamu harus bangun, lupakan dia, dan
sadar kalau jalanmu masih panjang.”
“Tapi sakit…”
“Iya, memang sakit. Biar aja luka kamu disembuhkan oleh waktu.”
“Waktu juga gak bakal bisa. Kamu gak usah sok tau, kamu gak tau rasanya waktu kamu ditinggal pergi “
“Anggap aja dia pergi cuma sebentar.”
“Enggak, dia udah bener-bener pergi.”
“Ayo ikut aku.”
“Kemana?”
“Pameran patah hati.”
“Hah?”
Tadi siang aku mengunjungi pameran patah hati.
Bukan lukisan yang terpajang dipameran itu jika kamu tahu.
Bukan juga siluet atau patung yang terpajang indah.
Pameran dengan skenario buatan semesta dan Tuhan.
Iya, aku melihat wajah-wajah kehilangan di tempat itu.
Tangis, doa,
harap dan kehilangan yang menyeruak di hati para pengunjungnya.
tentu kau tahu. Ya, pemakaman umum.
Tempat dimana aku sadar banyak sekali orang yang mengalami patah hati
lebih sakit daripada aku.
Tempat dimana para pengunjungnya hanya bisa
bertemu di dalam doa.
Dan aku sadar, aku hanya sebagian kecil dari mereka.
Terimakasih telah menyadarkanku, bahwa perpisahan itu pasti mengiringi setiap pertemuan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Minggu, 22 September 2013
“Pameran"
“Kamu boleh nangis sesuka kamu.
Karena aku tau memarmu memang benar-benar lebam.
Tapi, suatu hari kamu harus bangun, lupakan dia, dan sadar kalau jalanmu masih panjang.”
“Tapi sakit…”
“Iya, memang sakit. Biar aja luka kamu disembuhkan oleh waktu.”
“Waktu juga gak bakal bisa. Kamu gak usah sok tau, kamu gak tau rasanya waktu kamu ditinggal pergi “
“Anggap aja dia pergi cuma sebentar.”
“Enggak, dia udah bener-bener pergi.”
“Ayo ikut aku.”
“Kemana?”
“Pameran patah hati.”
“Hah?”
Tadi siang aku mengunjungi pameran patah hati.
Bukan lukisan yang terpajang dipameran itu jika kamu tahu.
Bukan juga siluet atau patung yang terpajang indah.
Pameran dengan skenario buatan semesta dan Tuhan.
Iya, aku melihat wajah-wajah kehilangan di tempat itu.
Tangis, doa, harap dan kehilangan yang menyeruak di hati para pengunjungnya.
tentu kau tahu. Ya, pemakaman umum.
Tempat dimana aku sadar banyak sekali orang yang mengalami patah hati lebih sakit daripada aku.
Tempat dimana para pengunjungnya hanya bisa bertemu di dalam doa.
Dan aku sadar, aku hanya sebagian kecil dari mereka.
Terimakasih telah menyadarkanku, bahwa perpisahan itu pasti mengiringi setiap pertemuan.
Karena aku tau memarmu memang benar-benar lebam.
Tapi, suatu hari kamu harus bangun, lupakan dia, dan sadar kalau jalanmu masih panjang.”
“Tapi sakit…”
“Iya, memang sakit. Biar aja luka kamu disembuhkan oleh waktu.”
“Waktu juga gak bakal bisa. Kamu gak usah sok tau, kamu gak tau rasanya waktu kamu ditinggal pergi “
“Anggap aja dia pergi cuma sebentar.”
“Enggak, dia udah bener-bener pergi.”
“Ayo ikut aku.”
“Kemana?”
“Pameran patah hati.”
“Hah?”
Tadi siang aku mengunjungi pameran patah hati.
Bukan lukisan yang terpajang dipameran itu jika kamu tahu.
Bukan juga siluet atau patung yang terpajang indah.
Pameran dengan skenario buatan semesta dan Tuhan.
Iya, aku melihat wajah-wajah kehilangan di tempat itu.
Tangis, doa, harap dan kehilangan yang menyeruak di hati para pengunjungnya.
tentu kau tahu. Ya, pemakaman umum.
Tempat dimana aku sadar banyak sekali orang yang mengalami patah hati lebih sakit daripada aku.
Tempat dimana para pengunjungnya hanya bisa bertemu di dalam doa.
Dan aku sadar, aku hanya sebagian kecil dari mereka.
Terimakasih telah menyadarkanku, bahwa perpisahan itu pasti mengiringi setiap pertemuan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar on "“Pameran""
Posting Komentar