Ada hari ketika kamu sudah lelah menahan semuanya,
menahan keinginan untuk mengungkap harapan, menekan ego yang melambung tak
terelakkan. Banyak sekali yang ingin diutarakan; rindu, ingin disayang, ingin
disanjung, tetapi kemudian stok 'turunin gengsi' yang kamu punya sudah habis.
Seluruhnya.
Ada hari ketika akhirnya memutuskan untuk berhenti
meminta, pun mengharap. Lalu bergegas menghentikan laju keinginan yang ada.
Percuma, untuk apa, tidak peka. Dan kemudian tersadar, mau sampai kapan
mati-matian 'nurunin gengsi' demi mendapatkan sesuatu yang seharusnya tak perlu
diminta. Untuk apa bela-belain mengatakan semua yang dirasa, itu hanya
mengurangi harga diri yang dipunya. Percuma, untuk apa, tidak peka.
Ada hari dimana hati terlalu sesak karena emosi,
sehingga bukan lagi oksigen yang dihirup, melainkan kecewa. Hati, yang entah
terbuat dari apa, bisa begitu hebat meredam rasa sakit lalu berpura-pura semua
baik saja. Padahal sebenarnya begitu banyak menyimpan luka dan kecewa. Hati tak
sepantasnya dihukum seperti terdakwa. Hingga sadar sudah terlalu lama merelakan
hati tertusuk duri yang dibuat sendiri. Sekarang tidak perlu lagi
menguat-nguatkan hati.
Ada hari ketika permohonan maaf tidaklah berkenan di
hati, sama sekali. Percuma, untuk apa, tidak peka. Terlalu pandai merangkai
maaf, tapi tak cukup pintar memperbaiki. Yang ada malah berusaha membuat janji
palsu baru, kemudian mengingkarinya (lagi). Percuma, untuk apa, tidak peka.
Ada hari ketika tidak tahu lagi harus berbuat apa,
mengatakan apa, dan yang bersisa hanya... hampa.
0 komentar on "Percuma, Untuk Apa, Tidak Peka "
Posting Komentar